..::Wartawan Surat Kabar Umum Zona Merah yang resmi dilengkapi Kartu Pers (ID Card) & Surat Tugas Liputan dan namanya tercantum dalam box, bila ada oknum yang mengaku-ngaku wartawan kami, segera laporkan ke redaksi dan apabila merugikan anda segera laporkan ke Pihak Kepolisian::..

Ragam

Terkait Kasus Suap Angie
"Penerima Uang Rp 9 Miliar Belum Terungkap"

JAKARTA, Zona Merah - Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memiliki rencana untuk meminta keterangan mereka yang menurut keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menerima bagian dari duait senilai Rp 9 miliar yang dibagikan oleh Angelina Sondakh. Sebab, hingga saat ini Angelina “Angie” Sondakh belum mengungkapkannya kepada penyidik. Diungkapkan Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta beberapa pekan yang lalu.

Menurut keterangan Johan, penyidik KPK bisa memanggil mereka untuk dimintai keterangan langsung dari Angie yang mengungkapkan keterlibatannya. Sedangkan Nazar bukan orang yang mengetahui peristiwa ini. “ Angie sebut itu ke penyidik KPK. Kalau kata Nazar itu kan sumber ke berapa, “kata Johan. Selain itu, tambah Johan, untuk memanggil seorang saksi sesuai dengan aturan, “KPK harus tegas” bersangkutan memang dibutuhkan dalam penyidikan perkara korupsi yang berkaitan dengannya. Sebelumnya, dalam banyak kesempatan, M. Nazaruddin menyebutkan bahwa Tim Pencari Fakta (TPF) pihak Partai Demokrat pada Mei 2011 soal kasus itu pernah mengungkapkannya. Saat itu, ada pengakuan Angie menerima uang Rp 9 miliar dari proyek pembangunan wisma atlet  di Palembang. Dari jumlah itu, Nazaruddin jujur dan menegaskan sebanyak Rp 8 miliar diserahkan ke Wakil Ketua Banggar DPR, Mirwan Amir. Mirwan pun, lanjut Nazaruddin, berdasarkan pengakuannya kepada TPF mengatakan bahwa ia mengalirkan uang itu.

Sementara itu, politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo berpendapat, jika terdapat bukti-bukti permulaan yang cukup kuat, KPK jangan takut untuk mengontruksi kasus suap Wisma Atlet dan kasus proyek Hambalang sebagai kejahatan terorganisasi terhadap keuangan negara yang dilakukan orang-orang penting. Alasannya, di kedua kasus tersebut diduga telah melibat sejumlah orang yang sama dan modus kejatahan yang kurang lebih sama. Perusahaan yang terlibat pun sama yaitu perusahaan-perusahaan Permai Group, milik Nazaruddin.

Menurut Bambang, masyarakat berharap kepada KPK tidak ragu menindak lanjuti kedua kasus itu sebagai kejahatan terorganisasi merampok terhadap keuangan negara, karena masyarakat bisa mempersepsikannya sendiri berdasarkan peran sentral Grup Permai dan orang-orang penting yang diduga terlibat dalam dua kejahatan itu.

“Kesimpulan masyarakat amat sederhana; bahwa segala sesuatu yang dituduhkan kepada Nazaruddin bukanlah kejahatan yang dilakukan oleh Nazaruddin sendiri banyak yang terkait harus dituntaskan secara hukum, melainkan kejahatan terencana yang dilakukan sekelompok orang penting,”ujar Bambang. Saat ini, berkas perkara untuk tersangka Enji sudah mendekati selesai. Menurut Ketua KPK, Abraham Samad kemungkinan besar berkas tersebut bisa disidangkan awal Juli 2012 mendatang. Sementara itu Ade Irawan dari ICW mengatakan, anyaknya politisi yang terlibat kasus dugaan korupsi mendorong adanya keinginan membuat regulasi yang jelas. Tidak hanya bisa menjerat politisinya, tetapi juga partai politik dapat dikenai sanksi. “Partai politik seringkali jadi pemicu kadernya untuk melakukan tindak pidana korupsi. Karena kader justru dijadikan “mesin uang” untuk pembiayaan kegiatan partai,” kata Ade Irawan, akhir pekan lalu.

Menurutnya, kondisi ini membuat terbangun sistim oligarkhi, di mana kader-kader yang menjadi mesin uang sangat dominan. Padahal, uang bukan diberikan ke rakyat, tapi “dikucurkan” partai, dan pihak rekanan. “Untuk membuktikan adanya aliran ke partai politik, bisa digunakan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) agar parpol juga ikut mempertanggungjawabkan,” tutur Ade. Agar berefek jera, jika ada partai yang ketahuan menerima duit, harus diberikan sanksi tegas dan jika perlu dibubarkan.

Sementara itu, KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Sekretaris Bidang Pemberdayaan Perempuan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Bertha Herawati, untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Ia adalah notaris dari Grup Permai, konsorsium perusahaan yang dipimpin oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. “Sudah dicegah” demikian Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Namun Bambang menolak menjelaskan sejak kapan Bertha mulai dicegah Imigrasi. Kepala Humas Ditjen Imigrasi Maryoto Sumadi membenarkan Bertha dikenai status cegah. Menurut dia, Bertha dicegah sejak 12 April 2012 dan berlaku hingga enam bulan ke depan. Prilaku korup para penyelenggara Negara memang sudah mencapai pada tingkat yang mengkhawatirkan, ini terlihat jelas dari banyaknya para Anggota legislatif ataupun Eksekutif, yang harus berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus Korupsi.
 

 Praktek kotor itu memang bersumber dari Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang notabane, berisikan para Kader Partai Politik, sudah menjadi rahasia umum bahwa, setiap kali jelang Pemilu, Partai Politik sudah dapat dipastikan saling berlomba untuk menggendutkan kas Partai, ada semacam kewajiban tak tertulis, bahwa setiap Kader yang duduk di Parlemen, wajib menyetorkan rupiah kepada Partai, keadaan ini membuat Sang Kader, mencari cara untuk dapat memenuhi permintaan Partai, sekalipun dengan cara kotor, akhirnya Anggaranpun dijadikan sasaran, modus pengakalan Anggaran ini sepertinya tersistimatis, bahkan cenderung melembaga, bila modus mulai tercium Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka buru-buru, Para Elite Partai cuci tangan, membela diri habis-habisan, sementara Sang Kader yang duduk sebagai tersangka, harus tetap berkomitmen kepada usaha penyelamatan Partai, Sang Kaderpun harus siap dikorbankan. *Red